Aku suka sekali dengan angka. Bukan berarti aku suka
matematika. Hanya saja akan lebih mudah bagiku untuk mengingat segumpalan angka
dibandingkan untaian kata atau bahkan gambar tak berwarna. Angka kesukaanku
adalah dua puluh delapan.
Karena padanya ada kita dan seikat cerita cinta. tentang
kamu dan aku.
Tidak terasa sudah beberapa dua puluh delapan terlewat di
kalenderku. Hari-hari bersama kamu terasa nano-nano. Kadang begitu seru. Bisa
juga terasa begitu frustrasi jika sedang rindu dan tak bisa bertemu. Atau
menyebalkan ketika kamu lebih memilih bola dibandingkan aku. Padahal aku dan
bola sudah sama bulatnya. Aku kurang apa? Masih kurang bulat juga? Kadang
begitu menyenangkan sampai-sampai aku bisa menulis beberapa kata tentang kamu
di mana saja; di kertas bekas warta jemaat gereja, pembungkus gorengan atau
modul kuliahku.
Ah kamu, hanya dengan mengingat hal sepele saja kamu
berhasil membuat aku tersenyum sipu.
omong-omong, aku ingat betul dua puluh delapan pertama kita. Waktu itu
kita masih berbalut putih abu. Aku sedikit lebih gemuk dan kamu tidak setampan
sekarang. Kamu sedikit lebih pendiam dan agak kikuk. Tapi aku suka.
Yang paling aku suka adalah cara menatapmu kepadaku. Bukan,
bukan saat kamu melotot ketika marah. Tapi ketika kamu sedang memandang. Aku
selalu terpaku dibuatnya; karena membalik aku tak rela tapi melihatpun membuat
pipiku merona. Jadi kuputuskan untuk tetap melihat saja. Dan benar saja pipiku
yang gembil mulai memanas berkat tatapanmu itu.
Aku ingat tawamu yang kebanyakan tanpa suara. Kalaupun
bersuara berarti kamu sedang menertawai aku bukan sedang tertawa bersamaku. Aku
pasti bertindak agak bodoh dan kamu menikmatinya riang gembira seperti sedang
menyaksikan pertunjukan sirkus.
Pernahkah kamu berkaca? Saat kamu tertawa mata
kamu menyipit. Lucu seperti orang cina. Tapi kamu tidak pernah suka dibilang seperti
itu. Dan mengingat hal itu lagi kembali membuat aku tersenyum.
waktu masih putih
abu, bertemu denganmu di kantin sekolahmu saat itu membuatku terlalu sakit perut
untuk mengunyah jajanan. Beberapa kupu-kupu terbang dalam perutku setiap
melihat kamu melintas. Aku tak berani menyapa. Selalu tidak pernah berani. Tapi
aku cukup berani untuk menguntitmu kemanapun kamu pergi, untuk mencuri pandang
ke arahmu ketika kamu sedang tertawa atau melakukan tindakan bodoh yang
sepertinya bukan kamu. lucu.
masa-masa lugu kita dulu. Masa-masa dimana aku masih sering
membuat tulisan untuk menumpahkan segala perasaanku terhadap kamu atau
sekedar menarik perhatianmu.
Lalu kamu
mulai menertawakannya. Tapi aku cukup senang karena kamu sudah baca.
Ah, betapa tidak kusangka-dan betapa aku mengucap syukur
pada Tuhan-kamu yang dulu begitu sulit ditembus kini punyaku. kamu sungguh kejutan
manis yang sudah dipersiapkan oleh Tuhan.
sekarang setelah sekian dua puluh delapan berlalu aku tidak
mau berhenti begitu saja, aku masih mau melewati dua puluh delapan sebanyak
mungkin bersama kamu, aritonang kesayanganku.
Punyamu
Bandung, jumat 3 feb
2012
1.02 dini hari
1 comments:
I love every post in this blog, you are such a goddess of linguistic. :)
Post a Comment