Pages

Thursday, February 2, 2012

dua puluh delapan kita


Aku suka sekali dengan angka. Bukan berarti aku suka matematika. Hanya saja akan lebih mudah bagiku untuk mengingat segumpalan angka dibandingkan untaian kata atau bahkan gambar tak berwarna. Angka kesukaanku adalah dua puluh delapan.


Karena padanya ada kita dan seikat cerita cinta. tentang kamu dan aku.

Tidak terasa sudah beberapa dua puluh delapan terlewat di kalenderku. Hari-hari bersama kamu terasa nano-nano. Kadang begitu seru. Bisa juga terasa begitu frustrasi jika sedang rindu dan tak bisa bertemu. Atau menyebalkan ketika kamu lebih memilih bola dibandingkan aku. Padahal aku dan bola sudah sama bulatnya. Aku kurang apa? Masih kurang bulat juga? Kadang begitu menyenangkan sampai-sampai aku bisa menulis beberapa kata tentang kamu di mana saja; di kertas bekas warta jemaat gereja, pembungkus gorengan atau modul kuliahku.

Ah kamu, hanya dengan mengingat hal sepele saja kamu berhasil membuat aku tersenyum sipu.

omong-omong, aku ingat betul dua puluh delapan pertama kita. Waktu itu kita masih berbalut putih abu. Aku sedikit lebih gemuk dan kamu tidak setampan sekarang. Kamu sedikit lebih pendiam dan agak kikuk. Tapi aku suka.

Yang paling aku suka adalah cara menatapmu kepadaku. Bukan, bukan saat kamu melotot ketika marah. Tapi ketika kamu sedang memandang. Aku selalu terpaku dibuatnya; karena membalik aku tak rela tapi melihatpun membuat pipiku merona. Jadi kuputuskan untuk tetap melihat saja. Dan benar saja pipiku yang gembil mulai memanas berkat tatapanmu itu.

Aku ingat tawamu yang kebanyakan tanpa suara. Kalaupun bersuara berarti kamu sedang menertawai aku bukan sedang tertawa bersamaku. Aku pasti bertindak agak bodoh dan kamu menikmatinya riang gembira seperti sedang menyaksikan pertunjukan sirkus. 

Pernahkah kamu berkaca? Saat kamu tertawa mata kamu menyipit. Lucu seperti orang cina. Tapi kamu tidak pernah suka dibilang seperti itu. Dan mengingat hal itu lagi kembali membuat aku tersenyum.



waktu masih putih abu, bertemu denganmu di kantin sekolahmu saat itu membuatku terlalu sakit perut untuk mengunyah jajanan. Beberapa kupu-kupu terbang dalam perutku setiap melihat kamu melintas. Aku tak berani menyapa. Selalu tidak pernah berani. Tapi aku cukup berani untuk menguntitmu kemanapun kamu pergi, untuk mencuri pandang ke arahmu ketika kamu sedang tertawa atau melakukan tindakan bodoh yang sepertinya bukan kamu. lucu.

masa-masa lugu kita dulu. Masa-masa dimana aku masih sering membuat tulisan untuk menumpahkan segala perasaanku terhadap kamu atau sekedar menarik perhatianmu.  
Lalu kamu mulai menertawakannya. Tapi aku  cukup senang karena kamu sudah baca.

Ah, betapa tidak kusangka-dan betapa aku mengucap syukur pada Tuhan-kamu yang dulu begitu sulit ditembus kini punyaku. kamu sungguh kejutan manis yang sudah dipersiapkan oleh Tuhan.

sekarang setelah sekian dua puluh delapan berlalu aku tidak mau berhenti begitu saja, aku masih mau melewati dua puluh delapan sebanyak mungkin bersama kamu, aritonang kesayanganku.

Punyamu
Bandung, jumat 3 feb 2012
1.02 dini hari 

1 comments:

cxenia said...

I love every post in this blog, you are such a goddess of linguistic. :)

Post a Comment